oleh Fani Wijaya
Edelweis, nama bunga yang satu ini sudah tidak asing lagi di telinga kita, terlebih lagi dengan kemampuannya yang tak mudah layu ataupun rusak bila sudah dipetik dari tangkainya. Kemampuannya itu membuat si cantik edelweiss selalu diidentikan dengan kata keabadian. Bunga abadi perlambang cinta yang abadi, dengan adanya pernyataan ini banyak orang yang tertarik ingin memilikinya. Hal tersebut membuat populasi edelweis semakin menurun dari waktu ke waktu. Haruskah keindahan edelweiss menghilang begitu saja karena kesalahan kita para manusia?
Anaphalis javanica
Jenis Bunga Abadi
Edelweis jawa yang mempunyai nama latin Anaphalis javanica ini adalah tumbuhan endemik zona alpina di berbagai pegunungan tinggi Indonesia seperti Jawa, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan dan Lombok. Bunga ini tentu bukan bunga yang asing lagi bagi para pendaki gunung.
Edelweis disebut bunga abadi karena bunga ini terbukti tidak layu setelah dipetik dari tangkainya, tetapi langsung mengering tanpa berubah bentuk dan penampilannya. Kata edelweiss sejatinya berasal dari bahasa Jerman “edel” yang berarti mulia, dan “weiss” yang berarti putih. Banyak orang yang mengatakan bahwa Anaphalis javanica ini adalah bunga edelweiss. Namun, ada sebagian orang yang berkata bahwa Anaphalis javanica bukanlah edelweiss asli yang sering disebut dengan bunga abadi. Menurut mereka, bunga edelweiss yang asli sebenarnya adalah bunga Leontopodium alpinum yang hanya ada di pegunungan alpen, bukan bunga edelweis jawa. Lalu, mengapa bunga edelweiss jawa masih dikatakan sebagai bunga abadi?
Leontopodium alpinum si cakar singa.
Rupa Edelweis Jawa
Di daerah pegunungan yang baru saja meletus, edelweis jawa menjadi tumbuhan pelopor bagi tanah vulkanik mudanya. Ia mampu beradaptasi dengan baik di atas tanah yang tandus. Akar-akarnya yang muncul di atas permukaan tanah, kerap kali dijadikan tempat hidup oleh jamur tertentu yang kemudian akan membentuk mikoriza. Hal ini merupakan salah satu bentuk simbiosis yang bersifat mutualisme, karena jamur-jamur tersebut mendapatkan tempat untuk hidup dan oksigen yang cukup, sedangkan edelweiss jawa untuk menunjang kelangsungan hidupnya ia mendapatkan zat hara mineral yang cukup dari jamur-jamur tersebut. Itu sebabnya ia mampu bertahan hidup di tanah tandus sekalipun.
Tumbuhan yang termasuk keluarga sunflower (asteridae) ini memiliki bentuk semak, cabang tangkainya banyak dan bunga yang berumpun. Tinggi dari bunga edelweis ini bisa mencapai + 4 m dan lebih sering dijumpai di daerah pegunungan dengan ketinggian 1600-3600 meter dari permukaan laut.
Bunga edelweiss jawa sering kali kita jumpai berwarna putih terkadang berwarna kekuning-kuningan. Akan tetapi, sejatinya warna edelweis bergantung pada habitat di mana ia tumbuh yang menyebabkan warnanya agak kekuning-kuningan. Beberapa orang mengungkapkan bahwa terdapat bunga edelweiss dengan warna keabu-abuan atau kebiru-biruan bahkan keungu-unguan. Namun kebenaran dari kabar tersebut belumlah jelas, karena tidak adanya bukti konkret akan hal itu.
Bunga edelweiss jawa biasanya mulai bermekaran antara bulan April– Agustus. Pada masa emas itulah bunga edelweiss sering kali kedatangn tamu dari bangsa serangga karena bunganya merupakan sumber makanan bagi mereka. Tak jarang bangsa manusia pun ikut mengunjunginya hanya untuk sekedar melihat ataupun “mengajaknya pulang” karena jatuh cinta akan keabadian yang ditawarkan bunga itu.
Warna kuning pada bunga tabung edelweiss
Ibarat nasi sudah menjadi bubur, sedikit sulit mengubah pola pikir umum mengenai keabadian si bunga cantik yang satu ini. Padahal, pada akhirnya bunga ini pun akan rontok. Berdasarkan struktur bunga, bunga ini dalam satu kuncup memiliki 2 jenis bunga seperti halnya bunga matahari. Yang pertama sering disebut dengan bunga tabung. Bunga ini sejatinya adalah bunga edelweiss jawa yang asli, bentuknya kecil dan berbentuk seperti tabung. Oleh sebab itu dinamakan bunga tabung. Pada bunga tabung ini terdapat kedua macam alat kelamin (benang sari dan putik) dan dapat menghasilkan buah. Bunga tabung ini berwarna kuning yang dalam waktu 1-3 hari setelah mekar akan rontok.
Bunga yang kedua sering kali disebut dengan bunga pita. Bunga ini mandul, ia hanya terdapat di sepanjang pinggiran bunga membentuk cawan yang seringkali mempunyai makhota dengan bentuk pita. Bunga pita yang tahan lama inilah yang sering dibawa pulang oleh para pendaki gunung. Itu sebabnya kata “abadi” masih tetap melekat pada bunga ini.
Hingga saat ini, belum ada studi khusus yang menerangkan mengapa bunga pita edelweiss jawa dapat bertahan lama tanpa mengalami kerusakan walau sudah dipetik dari tangkainya. Mungkin karena ia adalah tumbuhan pelopor bagi tanah vulkanik muda yang tandus sehingga ia dapat bertahan cukup lama.
Si Cantik yang Dilindungi.
Bukan suatu hal yang jadul bila pengakuan cinta diungkapkan dengan sekuntum bunga. Hingga saat ini, masih cukup banyak orang yang menungkapkan cintanya dengan sekuntum bunga. Bunga mawar merah ataupun putih sering kali diberikan oleh seorang pemuda kepada kekasihnya sebagai bukti cintanya. Lalu, bagaimana dengan bunga edelweiss yang abadi?
Ada makna ataupun mitos yang begitu melekat bunga edelweiss jawa. Tak sedikit orang yang percaya akan mitos tersebut. Bunga yang identik dengan kata abadi ini sering kali dijadinkan lambang keabadian cinta yang penuh akan ketulusan yang putih. Ataupun lambang pengorbanan karena untuk mendapatkannya membutuhkan perjuangan yang berat mengingat bunga ini hanya tumbuh di puncak-puncak gunung yang tinggi.
Banyak orang yang berlomba-lomba ingin memiliki bunga ini dan tak sedikit pula orang-orang bertangan jahil merenggut hak bunga ini untuk tetap hidup layak di tempat ia seharusnya tinggal. Keserakahan dan tangan-tangan jahil itu kini telah membuat si cantik dianggap punah di wilayah gunung Bromo – Tengger Jawa Timur. Keadaan itu semakin diperparah dengan adanya penjualan bunga edelweiss jawa di Malioboro, Yogyakarta.
Secara bebas masyarakat dapat memetik dan menjual bunga edelweiss. Untuk memnuhi kebutuhan hidup sehari-hari, mereka mempertaruhkan nyawa menelusuri lereng-lereng gunung hanya untuk mendapatkan bunga edelweiss. Setelah diwarnai, bunga itu mereka susun dalam satu bucket dengan bunga yang lain yang telah dikeringkan terlebih dahulu. Kisaran harga dari satu bucket bunga yakni sektira Rp 5.000. hingga Rp 10.000., bahkan ada yang menjualnya dengan harga Rp 3.000. saja.
Tak jarang bunga ini pun dijadikan souvenir dan bukan hanya dijual oleh warga secara perorangan tetapi juga dijual di toko-toko souvenir. Tentu saja harganya pun lebih tinggi dari pada harga yang ditawarkan oleh pedagang yang menjajakan bunga edelweiss tepat di kaki gunung.
Padahal di Taman Nasional Gede Pangrango, bunga edelweiss merupakan salah satu bunga yang dilindungi dan dilarang keras untuk diambil. Tak jarang para pendaki yang ingin membawa pulang bunga ini harus menyembunyikannya rapat-rapat agar tidak ketahuan oleh para petugas.
Warna-warni si cantik Anaphalis javanica.
Kini Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat diklaim sebagai tempat perlindungan terakhir bunga abadi ini. Di sana terdapat hamparan bunga edelweis yang tumbuh subur di alun-alun Suryakencana sebuah lapangan seluas 50 hektar pada ketinggian 2.750 meter di atas permukaan laut.
Keberuntungan lain bagi kelangsungan hidup bunga ini. Di dataran tinggi Dieng Jawa Tengah, bunga edelweis jawa (Anaphalis javanica) sudah banyak dibudidayakan oleh para petani. Para petani ini membudidayakannya dengan cara menanam anakan yang tumbuh dari biji dan tersebar di sekitar pohon induknya serta ditanam di daerah dataran tinggi lebih dari 1000 m dpl, pada tanah liat berkapur atau berpasir dengan pH (keasaman tanah) antara 4-7.
Disamping itu, lagi, bersyukur bahwa nasib baik masih berpihak pada bunga ini. Sebuah penelitian telah dilakukan dan menunjukkan bahwa edelweis dapat diperbanyak dengan mudah melalui pemotongan cabang-cabangnya. Oleh karena itu, mungkin ini merupakan berita baik bagi warga masyarakat pegunungan yang menggantungkan kelangsungan hidupnya pada bunga ini. Mereka bisa ikut bersyukur karena potongan-potongan bunga itu dapat mereka jual.
Meski begitu, jangan sampai kita mengeksploitasi bunga edelweiss tanpa memikirkan kelestariaanya. Pada dasarnya, tetap saja bunga ini akan punah bila kita eksploitasi secara besar-besaran walaupun bunga ini cepat tumbuh ataupun telah dibudidayakan.
Kelestarian dan kelangsungan hidup bunga edelweiss sepenuhnya merupakan tanggung jawab kita. Jangan sampai kecantikannya hilang begitu saja dari pegunungan Indonesia beberapa tahun mendatang hanya karena kesalahan dan keserakahan kita para manusia. Walaupun bunga edelweiss adalah bunga abadi. Namun sejatinya tak ada yang abadi di dunia ini. Segala sesuatunya akan mengalami kerusakan karena termakan oleh waktu. Begitu pula dengan bunga edelweiss yang abadi. Tak akan luput dari kerusakan pula.
Kak, apa bener di Malioboro ada penjual bunga ini? tepatnya dimana ya..
BalasHapus